Senin, April 18, 2011

Perlindungan Konsumen - Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai berikut, ”Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.“
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
1.Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4.Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”
Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen yang seringterjadi, hanya sebatas kesepakatan lisan mengenai harga barang dan atau jasatanpa diikuti dan ditindaklanjuti dengan suatu bentuk perjanjian tertulis yangditandatangani oleh para pihak. Suatu perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata yaitu suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih melibatkan satu oranglain atau lebih. Sedangkan untuk syarat sahnya suatu perjanjian ditegaskan dalamPasal 1320 KUH Perdata, bahwa perjanjian sah jika :1. sepakat mereka yang mengikatkan diri;2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;3. suatu hal tertentu; dan4. suatu sebab yang halal.Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan bahwa:Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagimereka yang membuatnya.Terjadinya hubungan hukum perjanjian antara konsumen dan pelaku usahakarena adanya kebutuhan akan barang dan atau jasa tertentu. Dalam suatuperjanjian seharusnya para pihak mempunyai kedudukan yang seimbang. Adanyapelanggaran hukum terhadap hak konsumen, yang merugikan konsumen tentunyaakan menimbulkan tanggung jawab bagi pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai tanggung jawab dari pelaku usaha untuk mengganti kerugian yangdiderita oleh konsumen, pengaturan tersebut terdapat dalam Pasal 19 sampai Pasal27 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Menurut Gunawan W dan A Yani:Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku uasah dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, sertauntuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumentersebut.
Tuntutan ganti rugi karena adanya kerugian yang dialami oleh konsumensebagai akibat digunakannya produk barang dan atau jasa dari pelaku usahadibedakan menjadi dua kategori yaitu wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.Tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada wanprestasi merupakan akibat daritidak dipenuhinya kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh pelaku usaha.Nbentuk-bentuk wanprestasi tersebut dapat berupa:
1. Debitur/pelaku usaha tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2. Debitur/pelaku usaha terlambat memenuhi prestasinya;
3. Debitur/pelaku usaha berprestasi tidak sebagaimana mestinya.
Ganti kerugian menurut Subekti:Kerugian yang dapat dimintakan penggantian, tidak hanya berupa biaya yangsungguh-sungguh telah dikeluarkan(kosten), atau kerugian yang sungguhmenimpa harta bendasi berpiutang (schaden), tetapi juga yang berupakehilangan keuntungan (interessen) yaitu keuntungan yang didapatseandainya si berhutang tidak wanprestasi.
Sedangkan menurut J Satrio, pada dasarnya wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian, yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga.
Suatu tuntutanganti rugi agar berhasil harus dipenuhi syarat-syarat yaitu:
1. Debitur wanprestasi.
2. Pada waktu perjanjian ditutup orang bisa menduga bahwa kalau debitur wanprestasi akan timbul kerugian seperti yang dituntut ganti ruginya.
3. Kerugian itu merupakan akibat langsung dari wanprestasi debitur.

Tuntutan ganti rugi atas suatu kerugian dibatasi oleh:
1. Kerugian benar-benar didarita/paling tidak dianggap diderita.
2. Kerugian harus bisa dibuktikan.
3. Kerugian harus dapat diduga oleh debitur.
4. Kerugian harus akibat langsung dari wanprestasi.

Ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum adalah ganti kerugiankarena semata-mata perbuatan itu sendiri. Pasal 1365 KUH Perdata menyatakanbahwa:Tiap perbuatan melanggar hukum yang memberikan kerugian kepada oranglain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikerugian tersebut.Dari ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, untuk menuntut suatu ganti kerugianyang didasarkan pada perbuatan melawan hukum harus memenuhi unsur-unsur:
1. Ada perbuatan melawan hukum.
2. Ada kerugian
3. Ada hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian
4. Ada kesalahan.Kerugian yang diderita oleh konsumen merupakan kerugian yang dideritas ebagai akibat menggunakan suatu produk barang atau jasa. Ganti kerugian dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya meliputi pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat(2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan:Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber:
http://www.scribd.com/doc/51106383/10/Pengertian-Hukum-Perlindungan-Konsumen

0 comments:

Posting Komentar